Senin, 04 Juli 2016

TAMU DI NEGARA API part 2

Kami sampai di Turki musim dingin 2014. Singgah di sebuah rumah milik seorang kawan NGO. Istirahat dulu sebentar setelah penerbangan panjang, Besok baru berlanjut fight non stop menjalankan tugas kemanusiaan
Di rumah itu jumpa dua orang lagi aktivis kemanusiaan dari Malaysia, Ustadz Azli Taliban yang orang Malaysia tulen, Bukan orang Thaliban Afghanistan, Dan Johan Ariff. Di pintu depan rumah itu juga aku ingat Syahrir diam-diam bercakap dengan seseseorang, Seperti menyuruh orang Arab tersebut melakukan sesuatu. Aku tak mengerti apa yang mereka bicarakan, Lha pakai bahasa Arab je... Mau tanya Syahrir pun ga enak pasal belum terlalu kenal dengannya
Lepas sarapan semua bergerak ke bandara, Sekira 2 jam terbang ke perbatasan. Nanti disana bertemu orang-orang Suriah yang akan mengurus proses masuk ke dalam
Kelar persiapan, Menjelang gelap pergerakan dilanjutkan mendekati perbatasan dengan dua kendaraan. Di kantor imigrasi Turki - Suriah paspor kami dicap petugas perbatasan Turki. Pengecapan baru selesai ketika adzan maghrib berkumandang
Di situlah untuk pertama kalinya aku melihat negara api itu. Kontras sekali dengan Turki. Gelap gulita macam negeri yang mati dan ditinggalkan
Kabut negeri Suriah mulai naik meninggi, Makin menggelapkan pandangan mata kami. Tapi aku terkejut dan heran, Kenapa supir mobil kami malah mematikan lampu mobil ?! Ternyata mobil satunya di belakang pun sama. Berjalan dalam kegelapan tanpa cahaya sama sekali !
Belum selesai ketakutan dan keherananku, Tetiba sebuah lampu sorot besar menyilaukan mata menghadang di depan ! Kawan Suriah di sebelahku cepat menyuruh kamera yang kutenteng segera dimasukkan ke dalam tas. Suasana agak sedikit tegang !
Lampu sorot itu tak lama menyala. Begitu ia mati, Supir kami gesit membalas dengan satu kali lampu dim. Dibalas oleh lampu sorot di depan dengan satu kali dim juga. Macam isyarat yang tak kutau apa artinya
Kemudian mobil kembali maju mengarah ke lampu sorot tadi. Kali ini sekali lagi sorot lampunya menyilaukan mata kami sepanjang perjalanan singkat itu. Tak nampak siapapun di balik lampu, Seolah ia menyala sendiri
Begitu tiba di tujuan, Dalam gelap malam, Samar-samar terlihat sebuah mobil double cabin yang disapukan lumpur ke sekujur tubuhnya, Menggendong senapan mesin besar di bak belakang. Beberapa pemuda bersenjata AK terlihat menumpang double cabin tadi. Mereka tergesa-gesa entah menuju kemana
Begitu mataku terbiasa dengan kegelapan, Barulah terpampang pemandangan dan suasana medan perang :
Orang-orang bersenjata lalu lalang di hadapan
Welcome to the warzone !
Adrenalin perlahan terpompa ke atas. Kabut yang meninggi, Salju yang mulai mencair dan menyebabkan tanah berlumpur, Serta gelap malam yang meski sepi tapi menyimpan misteri, Membuat darahku berdesir. Rasanya sedang berkhayal masuk film perang. Tapi rupanya ini benar-benar di medan perang !
Kami segera melalui check point pertama. Ditembok pos kulihat banyak grafiti dan coret-coretan tulisan Arab. Kata penerjemah kami, Itu kata-kata doa dan penyemangat perjuangan yang ditulis para mujahidin
Lolos checkpoint, Kami terus membelah kegelapan malam melalui jalan-jalan yang amat kecil, Melintasi kawasan pertanian yang juga gelap gulita. AlhamdulIllah pak kusir yang sedang mengendarai mobil supaya baik jalannya itu hafal betul tiap inchi jalanan. Yakin saja dia ngebut, Padahal meleng dikit masuk paritlah kita !
Satu jam dibawa gelap-gelapan, Akhirnya kami tiba di sebuah desa kecil bernama Sawran. Ga ada bangunan tinggi, Cuma rumah-rumah kecil khas Suriah yang dibangun dari batu dan semen, Serta sebuah masjid. Ga ada aspal yang masih utuh disini, Jalanan rusak parah dan berlumpur
Masih dalam kegelapan, Kami berjalan menyusuri lorong-lorong desa. Supir memarkir mobilnya depan sebuah rumah kecil yang pintunya dari besi. Klakson 2-3 kali, Keluarlah tuan rumah mempersilakan kami bergegas masuk. Kami loncat dari mobil lalu berlari kedalam
Seorang lelaki berambut putih yang telah menanti langsung berdiri memeluk sambil memberi salam
"Ahlan wasahlan...
Bla bla bla..."
MasyaAllah... Cakap Arab lagi ! Mana ku tau apa dia bilang ?
Hahahaha...
Betulnya aku gembira sekali pertama kalinya tiba di sebuah negara yang semua orangnya berbahasa Arab, Selama ini pengembaraanku hanya di Eropa dan Asia saja
Begitu duduk tercium bau minyak tanah. Mataku berkeliling melihat ruangan yang luas tanpa perabotan kecuali sebuah bangku serta sebuah pemanas. Rupanya dari situlah bau minyak tanah berasal. Tungku pemanas khas Suriah ini memang kebanyakan berbahan bakar minyak tanah atau kayu
Di ruangan itu tak ada listrik. Lampu LED yang bersinar redup ditutupi kain supaya tak terlihat dari luar rumah, Bertenagakan baterai. Nantinya aku tau kalau seluruh rumah di wilayah kekuasaan mujahidin menggunakan lampu seperti itu
Dirumah itulah baru kami semua bisa tarik napas panjang. Kami mulai beberes perlengkapan. Yang lain bekerja sesuai jobdesk masing-masing. Sedangkan aku sendiri bingung hendak berbuat apa sebab cuma tukang gambar je...
Kebingunganku teralihkan ketika seorang anak masuk membawa nampan berisi buah-buahan. Pisang, Apel, Kiwi dan jeruk. Semuanya besar-besar, Manis dan segar ! Darimana mereka dapat ini semua sedangkan sekarang masa perang ? Dia jawab itu semua produk asli negeri Suriah. Ditanam alami tanpa pestisida. Tanah Suriah memang sangat subur, Makmur dan diberkahi Allah. Lempar saja biji buah apapun, InsyaAllah pasti hidup ! Sungguh penuh berkah !
Beberapa jam kemudian penjaga rumah memberi isyarat lampu rumah akan dimatikan supaya hemat baterai. Tapi listrik yang berasal dari genset kecil tetap dinyalakan karena kami harus mencas berbagai peralatan
Tak lama semua anggota tim telah rebah di lantai, Dempetan beramai-ramai untuk berbagi panas tubuh. Masing-masing berbekal sebuah jaket dan 2 lapis selimut karena tengah malam pemanas akan mati dan udara dingin mulai menguasai. Ya, Memang dingin malam itu, Sekira -4 derajat celcius !
Sebelum merem, Kulihat penjaga rumah keluarkan sesuatu dari balik lemari. Sebuah AK-47
Hahaha... Mulai serius nih
Dia tidur dekat dapur, Tepatnya di belakang pintu besi, Sambil memeluk senjata. Kutanya kawan Suriah ku, Apa memang harus begitu ? Tidur sambil memeluk senjata ? Dia jawab iya, Buat jaga-jaga kalau apes ada penculik menyerbu rumah dan menjual kami kepada para mafia untuk dimintai uang tebusan !
Mendengar jawabannya aku jadi menyesal tanya-tanya !
Hahaha...
Sekejap kemudian semuanya terlelap. Kulihat kawan-kawan lain saking lelahnya, Tidur macam orang syahid !
Hahahaha...
Perjalanan memasuki Suriah yang penuh ketegangan telah berakhir lancar. Itu baru awal yang sangat remeh dibanding perjalananku keesokan harinya. Tapi aku tak sabar segera datang pagi untuk bergerak dan mengalami petualangan baru

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

buat yg comment , makasih